"Kok jasa fotografinya mahal sih, pak?"
Sebuah kalimat pertanyaan yang sering didengar oleh telinga para fotografer yang menggantungkan hidupnya dari jasa potret-memotret, sehingga berulang kali pula para fotografer tersebut mengemukakan argumentasi agar harga jasa fotografi yang diajukannya dapat diterima nalar sang calon klien yang bertanya tadi.
Mungkin dalam benak sang calon klien yang polos tadi; wong cuma kerja bidik dan jepret saja kok bisa 'semahal' itu.
Sebenarnya profesi seorang fotografer itu tidak berbeda dari profesi-profesi lainnya. Apakah itu seorang dokter, programmer, aktris, masinis dan lain sebagainya. Semua harus dimulai dengan belajar dari nol. Baik itu fotografer yang belajar secara akademis maupun yang belajar secara otodidak. Pastinya memerlukan investasi biaya dan waktu yang tidak sedikit untuk bisa menjadi fotografer yang memiliki skill dan berpengalaman seperti sekarang.
Selain skill dan pengalaman, seorang fotografer juga harus memikirkan investasi di bidang peralatan yang akan menunjang pekerjaannya nanti. Seperti kamera, lampu studio, PC untuk editing dan lain-lain. Tanpa kamera seorang fotografer akan menjadi seperti seorang tentara tanpa senjata, dokter tanpa stetoskop. Harga kamera DSLR yang selangit dan umur pemakaian yang pendek serta suku cadang perlengkapan lainnya mau nggak mau harus masuk dalam perhitungan.
Terakhir tapi nggak kalah penting adalah kemampuan seorang fotografer dalam bidang editing foto atau olah digital. Walaupun kerja edit foto ini bisa dikerjakan oleh orang lain tapi seorang fotografer setidaknya harus memiliki kemampuan dan pengetahuan dasar dalam hal ini.
Faktor-faktor di atas tentunya akan menjadi pertimbangan seorang fotografer di dalam mematok harga jasa fotografinya. Sebagaimana seorang profesional lainnya, pastilah akan senang jika jasa atau pekerjaannya dihargai sesuai kemampuannya. Sebab jika seorang menginginkan kualitas, pastinya ada harga yang harus dibayar.
Bagaimana dengan pendapat sahabat?
Foto : tukangpoto
Client: INDORENT