Selasa, 25 Januari 2011

Hantu studio foto

Sore itu, gerimis mulai turun diterpa oleh angin sepoi yang membuat cuaca menjadi sejuk. Seperti biasanya kami para pekerja studio bercengkrama ngobrol ngalor-ngidul mengenai berbagai topik sambil sesekali diselingi oleh canda yang membuat semuanya berderai tawa. Kami bisa menikmati rehat sejenak karena tau bahwa tidak ada jadwal appointment atau klien yang janji foto sore itu di Royal Princess.

Setelah usai, saya pun pamit, mencegat Metromini B-91 yang selanjutnya membawa saya menuju Roxi, daerah tempat tinggal saya. Aneh, tiba-tiba badan rasanya berat sekali, padahal hanya cuma sebentar diterpa gerimis. Ah, mungkin hanya flu biasa, besok juga sembuh. Setelah mengisi perut, minum Panadol, saya pun beristirahat.

Keesokan harinya, rasa berat di badan ini tidak juga sembuh. Rasanya aneh, suhu badan tidak panas, kepala tidak pusing, hidung tidak pilek, tapi badan ini seperti orang yang masuk angin. Inginnya rebahan terus, seperti orang yang lelah setelah bekerja seharian.

Suatu sore, setelah dua hari merasakan 'nggak enak' di badan ini, anak sulung saya Maharani, yang memang diberi kelebihan bisa melihat 'alam lain', membisiki saya bahwa ada 'wanita' yang 'nggendong' di punggung saya. Digambarkan olehnya bahwa 'wanita' itu berambut panjang menutupi wajahnya, berbaju putih, dan berkuku jari tangan panjang. Wah, pantas saja, terjawab semua tanya tentang anehnya kondisi badan ini.

Esok harinya kami menghubungi pak Ujang, tetangga kami yang memang bisa 'mengusir' atau meminta untuk pergi hal-hal seperti yang terjadi pada saya. Selesai 'penyembuhan', pak Ujang berkata bahwa 'wanita' itu tinggal di seberang studio Royal Princess, tepatnya di pohon besar yang ada di depan Alfamart. 'Wanita' itu tidak melakukan apa-apa hanya menggantung di belakang punggung saya seperti anak kecil yang digendong belakang. Mungkin ada ucapan atau tindakan saya yang tidak berkenan sehingga ia memutuskan untuk 'nggandul'.

Saya jadi teringat cerita film horror Thailand yang bernuansa fotografi, Shutter.



* Kisah ini nyata terjadi pada diri saya sewaktu bekerja di studio Royal Princess, Tanjung Duren.
Bukan mengajak sahabat untuk percaya takhyul, tapi setidaknya untuk menyadari akan
keberadaan alam lain.
Percaya atau tidak, tergantung bagaimana sahabat menyikapinya.


Foto di atas hanya sebagai ilustrasi, diambil dari sini.

Selasa, 18 Januari 2011

Tukangpoto di Koran Kontan

Sabtu sore kemarin, ketika sedang browsing cari ide untuk update blog, ada telpon masuk dari Mbak Oca; wartawan koran Kontan. Mbak Oca mengkonfirmasi ingin mewawancarai Tukangpoto melalui sambungan telepon jika bersedia.

Padahal saya merasa masih ecek-ecek dan belum mempunyai prestasi apa-apa di bidang fotografi. Tapi karena korannya sedang menulis artikel mengenai fotografer makanan dan peluang bisnisnya, lalu kebetulan ia baca Fotografer Jurnal pernah membahas tentang pemotretan makanan, jadi ingin sekedar sharing mengenai tips dan pengalaman saya sebagai fotografer makanan.

Oh, kalo soal pengalaman sih ada walaupun masih sedikit dan mengenai tips fotografi juga mudah-mudahan bisa bermanfaat karena masih sangat sederhana dan pastinya masih kalah jauh dibanding mas-mas fotografer yang lebih profesional.

Karena Koran Kontan juga merupakan e-paper atau koran online, maka jadilah foto nyengir kuda saya nampang secara online maupun offline di Koran Kontan edisi January 17th 2011.

Terima kasih banyak kepada Mbak Oca dan Harian Kontan yang telah sudi menulis profil Tukangpoto serta para sahabat pembaca yang telah setia mengunjungi fotografer jurnal selama ini.

Bagi sahabat yang ingin baca artikelnya, klik di sini.


Foto : copyright pada Harian Kontan

Rabu, 12 Januari 2011

Fotografer karbitan

Istilah fotografer karbitan sebenarnya lebih tepat bila ditujukan kepada orang yang tadinya tidak mendalami bidang fotografi tapi karena sesuatu hal dengan terpaksa profesi 'tukang foto' mereka jalani. Sebagai contoh; seorang desainer grafis yang ditugaskan untuk mendokumentasikan sebuah acara oleh tempatnya bekerja dikarenakan ketiadaan tenaga fotografer. Dan seterusnya menjadi tugas dia jika ada hal yang menyangkut soal jepret-menjepret. Padahal hanya bermodalkan ilmu komposisi gambar, menguasai Photoshop dan tentunya menguntungkan bagi perusahaan tempat dia bekerja.

Akan lebih baik bila sang 'fotografer' ini menyadari ketertinggalannya dan mulai mempelajari dasar-dasar ilmu fotografi baik secara teori maupun aplikasi sehingga lebih dapat mempertanggungjawabkan 'profesi' barunya tersebut.

Seperti contoh dalam seni lukis, seorang pelukis aliran ekspresionis almarhum Afandi ternyata sangat menguasai dasar-dasar menggambar berbagai macam obyek menggunakan medium pensil. Jadi beliau nggak asal memencet tube cat minyak dan corat-coret di atas kanvas melainkan sudah memiliki dasar-dasar untuk menjadi maestro seni lukis.

Apalagi di jaman digitalisasi seperti sekarang ini di mana segala sesuatunya jadi lebih 'dimudahkan', semangat untuk mempelajari sesuatu yang esensial harusnya tidak boleh padam.

Saya hanya ingin mengajak para sahabat untuk tidak setengah-setengah dan karbitan di dalam mencintai dan menekuni suatu bidang agar dapat lebih berhasil guna bagi kita atau mungkin malah dapat menginspirasi yang lainnya hingga hasilnya bisa lebih nyata bagi kebaikan bersama.

Selamat mencoba.


Sumber foto

Sabtu, 08 Januari 2011

Komedi putar



langit biru menggapai asa
berputar ceria menghempas angin
naik turun ayunan nina bobo
tanpa air mata hanya tawa
tanpa aral lampiaskan suka
jalan lurus pasti tak berliku
wahai masa kecil
bersemayamlah selalu di hati



Sumber foto

Selasa, 04 Januari 2011

Desain grafis dalam fotografi

Masih jelas dalam ingatan ketika saya dan teman-teman membuat variasi untuk album pernikahan pada jaman fotografi analog dulu. Lembar demi lembar foto disusun dan ditempel sesuai dengan urutan dalam acara resepsi pernikahan yang sudah kami dokumentasikan.

Kadang susunan foto dalam satu halaman album dibuat condong ke kiri lalu di halaman sebelahnya gantian condong ke kanan, kadang sebuah caption foto dicetak beberapa lembar lalu disusun seperti bentuk kipas tangan. Tak lupa pada pinggir halamannya dihiasi dengan benang emas biar kesannya lebih tegas.

Desain grafis dalam fotografi benar-benar telah merubah semua itu dan jalannya dimudahkan ketika proses digitalisasi merambah seluruh aspek kehidupan kita seperti saat ini. Simbiosis mutualisme pun terjadi. Penyajian hasil pekerjaan seorang fotografer jadi lebih profesional di hadapan kliennya. Visualisasi yang dulunya hanya dapat dilakukan oleh redaksional sebuah majalah kini mampu dilakukan oleh siapapun dengan bekal kemampuan pengoperasian software digital imaging dan sebuah komputer desktop.

Desain dan tampilan seperti 'barang jadi' dapat diterapkan pada presentasi hasil pekerjaan bidang fotografi. Desain-desain album wedding menjadi lebih bervariasi dan banyak pilihan. Tentunya hal ini sangat menguntungkan pihak konsumen pengguna jasa fotografi pada umumnya karena jadi memiliki banyak opsi dalam menentukan budget dan kualitas untuk keperluan fotografinya.

Hal ini juga membuka peluang usaha bagi mereka yang memang berminat untuk menekuni bidang editing digital fotografi. Baik itu sebagai mata pencaharian utama ataupun usaha sampingan. Malah di studio foto tempat saya dulu bekerja bagian edit fotonya diisi oleh mahasiswa-mahasiswa desain grafis yang sedang magang sambil mengumpulkan komisi dari tiap lembar foto yang mereka kerjakan. Jadi outputnya benar-benar positif.


Model : Qeqe
Desain grafis : Donny
Foto : tukangpoto